Selama ini mungkin banyak orang yang mengira kalau kegiatan yang termasuk extreme sport ini adalah olahraganya orang-orang yang gemar mendongkrak adrenalin. Sekilas memang terlihat demikian, tapi sebenarnya jika kita mengetahui dan mematuhi standar safety procedur maka kesan kenekatan dan resiko yang tinggi akan hilang. Namun ada satu hal yang juga berpengaruh dan tidak dapat disanggah, yaitu nasib.
Fisik, Teori dan Mental
Pada adventure climbing biasanya lebih mengarah ke alam bebas dan segala sesuatunya dilakukan di alam bebas. Dalam hal ini prestasi dan gelar juara sama sekali bukan menjadi tujuan, karena yang menjadi faktor utama adalah bagaimana pemanjat bisa menikmati alam melalui pemanjatan tebing. Para penggiat yang lebih senang melakukan adventure climbing biasanya selalu merasa tertantang untuk mencari dan memanjat tebing-tebing baru. Sedangkan untuk sport climbing yang terlihat adalah prestasi, seperti kejuaraan dan lain sebagainya dan untuk berlatih biasanya mereka menggunakan papan panjat. Walaupun terbagi-bagi semuanya itu mempunyai teknik dasar yang sama yaitu melatih mental. Sebelum melakukan aktifitas panjat tebing ada beberapa hal yang harus di perhatikan antara lain, adalah fisik, lokasi pemanjatan, dan alat pemanjat.
Untuk fisik para pemanjat harus mempersiapkan diri sebelum hari pemanjatan bahkan apabila tidak ada kegiatan pemanjatan, fisik harus terus dilatih agar tidak aada penurunan stamina pada saat memanjat. Sebelum memulai kegiatan memanjat ada baiknya kita melihat lokasi yang akan kita panjat atau membuat rencana mengenai pemanjatan dan memprediksikan tingkat kesulitan tebing atau papan panjat agar kita dapat melakukan antisipasi. Setelah kita kelokasi, sekarang lihat alat panjat apa saja yang akan dibawa. Dalam hal ini alat panjat juga sangat menentukan karena tanpa perangkat pendukung yang sesuai prosedur maka akan merugikan pemanjat itu sendiri.
Teknik, kurang teliti bahaya menanti
Pada umumnya, dinding tebing terdiri dari cracks dan ledges. Karena pengaruh iklim, suhu, angin serta faktor lainnya, dinding tebing mengalami kontraksi dan ekspansi yang menyebabkan munculnya celah, mulai dari yang kecil / sempit sampai panjang / lebar. Dinding tebing juga sering mengalami erosi, sehingga menjadi kekasaran dan ketidakrataan permukaan pada dinding tebing. Karena bermacamnya kondisi permukaan tebing ini dapat dipergunakan sebagai tumpuan / ijakan maupun pegangan, maka teknik memanjat dikelompokan berdasarkan tiga kategori umum. Pengelompokkan ini sesuai dengan bagian tebing yang dimanfaatkan untuk memperoleh gaya tumpuan dan pegangan.
- Face Climbing
Ini adalah teknik memanjat pada permukaan tebing, di mana masih terdapat tonjolan atau rongga yang memadai sebagai pijakan kaki maupun pegangan tangan. Konsentrasi berat di atas bidang yang sempit (tumpuan kaki) akan memberikan gaya gesekan dan kestabilan yang lebih baik.
- Friction / Slab Climbing
Teknik ini semata-mata hanya mengandalkan gaya gesekan sebagai tumpuan. Ini dilakukan pada permukaan tebing yang tidak terlalu vertical, kekasaran permukaan cukup untuk menghasilkan gaya gesekan.
- Fissure Climbing
Teknik ini memanfaatkan celah yang dipergunakan oleh anggota badan yang seolah-olah berfungsi sebagai pasak. Dengan cara demikian, dan beberapa pengembangan, dikenal teknik-teknik berikut:
- Jamming adalah teknik memanjat dengan memanfaatkan celah yang tidak begitu lebar. Jari-jari tangan, kaki, atau tangan, dapat dimasukkan / diselipkan pada celah, sehingga seolah-olah menyerupai pasak.
- Chimneying, adalah teknik memanjat pada celah yang cukup lebar (chimney), badan masuk diantara celah dan punggung disalah satu sisi tebing. Sebelah kaki menempel pada sisi tebing depan, dan sebelah lagi menempel ke belakang. Kedua tangan diletakkan menempel pula. Kedua tangan membantu mendorong ke atas bersamaan, dengan kedua kaki mendorong dan menahan berat badan.
- Bridding, adalah teknik memanjat pada celah vertical yang lebih besar (gullies). Caranya dengan menggunakan kedua tangan dan kaki sebagai pegangan pada kedua celah tersebut. Posisi badan mengangkang, kaki sebagai tumpuan, dibantu dengan tangan yang juga berfungsi sebagai pejaga keseimbangan.
- Lay Back, adalah teknik memanjat pada celah vertical dengan menggunakan tangan dan kaki. Pada teknik ini. Jari tangan mengait tepi celah tersebut dengan punggung miring yang sedemikian rupa untuk menempatkan kedua kaki pada tepi celah yang berlawanan. Tangan menarik kebelakang dan kaki mendorong ke depan, dan kemudian bergerak naik ke atas silih berganti.
Teknik lain yang juga sering digunakan dalam pemanjatan tebing adalah :
- Hand travers, adalah teknik memanjat pada tebing yang dengan menggunakan gerakan menyamping (horizontal). Hal ini dilakukan bila tempat pegangan yang ideal sangat minim dan memanjat vertical sudah tidak memungkinkan lagi. Teknik ini sangat rawan, dan banyak memakan tenaga, karena seluruh berat badan tergantung pada pegangan tangan. Sedapat mungkin pegangan tangan dibantu dengan pijakan kaki (ujung kaki), agar berat badan dapat terbagi lebih rata.
- Mantelself, adalah teknik memanjat tonjolan-tonjolan (teras-teras kecil) yang letaknya agak tinggi, namun cukup besar dan dapat diandalkan untuk tempat berdiri selanjutnya. Kedua tangan dipergunakan untuk tempat berdiri selanjutnya. Kedua tangan dipergunakan untuk menari berat badan, dibantu dengan pergerakan kaki. Bila tonjolan-tonjolan tersebut setinggi paha atau dada, maka posisi tangan berubah dari menarik menjadi menekan, untuk mengangkat berat badan, yang dibantu dengan dorongan kaki.